Rabu, 18 September 2013

Kisah keislaman Zaid bin Sa'nah, Seorang pemimpin Yahudi


Kisah keislaman Zaid bin Sa'nah, Seorang pemimpin Yahudi
Kisah keislaman Zaid bin Sa'nah, Seorang pemimpin Yahudi
Ath-Thabrani  meriwayatkan dari Abdullah bin Salam r.a dia berkata, “Ketika allah SWT memberikan hidayah kepada Zaid bin Sa’nah, maka Zaid bin Sa’nah menceritakan, ‘Aku melihat tanda-tanda kenabian pada Beliau SAW yang ketika aku memandang wajah Muhammad SAW yang ketika aku memandang wajah Muhammad SAW, kecuali dua perkara yang belumaku ketahui, yaitu kesabarannya jika terjadi sesuatu yang seharusnya membuat Beliau SAW marah, Beliau SAW malah semakin bersabar. Suatu hari, ketika Rasulullah SAW keluar rumah bersama Ali bin Abu Thalib r.a, tiba-tiba Beliau SAW kedatangan seseorang yang wajahnya mirip orang Badui yang sedang naik untanya. Orang itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, di desaku di Bani Fulan ada beberapa orang yang telah masuk Islam. Akulah yang berdakwah kepada mereka supaya mereka masuk Islam. Sebelumnya harta mereka sangat melimpah, tetapi sekarang mereka sedang ditimpa kekeringan dan kesulitan pangan. Wahai Rasulullah, aku khawatir jagan-jagan mereka keluar dari Islam karena ketamakan terhadap harta. Jika engkau sudi untuk membantumeringankan penderitaan, aku siap melaksanakan apa saja perintah engkau sekehendakmu’. Kemudian Beliau SAW menolehkan wajahnya kepada seseorang yang aku kira Ali bin Abu Thalib. Maka ali berkata, ‘Ya Rasulullah, orang ini sudah benar-benar tidak memiliki apa-apa lagi’. Zaid bin Sa’nah berkata, “Aku pun mendekati Beliau SAW seraya berkata, ‘Wahai Muhammad, sudikah engkau berhutang kurma sesuai jumlah yang engkau inginkan, yang sekarang masih berada di kebun Bani Fulan dengan tempo pembayaran sesuai kesepakatan?’ Beliau SAW bersabda “Tetapi engkau tidak boleh menyebut-nyebut kebun Bani Fulan”. Baiklah, jawabku. Ketika Beliau SAW menyetujuinya, kemudian aku mengeluarkan kantong-kantong milikku, kemudian aku memberikan kepada beliau delapan takaran kurma yang akan dibayar sesuai kesepakata. Beliau SAW berpesan kepada orang Badui itu, ‘Berbuat adil kepada mereka dan bantulah mereka’.
Zaid bin Sa’nah melanjutkan ceritanya, “ Setelah waktu jatuh tempo itu kurang dua atau tiga hari lagi, Rasulullah SAW keluar rumah bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman serta beberapa orang sahabat lainnya untuk menshalatkan jenasah. Setelah selesai menshalatkan jenasah tersebut, ketika Beliau SAW bersandar di dinding, aku menarik jubah Beliau SAW sambil memandangi beliau SAW dengan menunjukkan kemarahanku, seraya berkata , ‘Hai Muhammad, tidakkah engkau akan memenuhi hakku? Demi Allah, kalian semua tentu telah mengetahui bahwa bani Abdul Muthalib memang suka mengulur-ulur waktu terhadap pembayaran hutang. Kami sudah tahu betul, karena kami sudah biasa bergaul dengan kalian. ‘Zaid melanjutkan’, Aku melihat kedua mata Umar yang bulat itu menjadi merah. Ia memandangiku dengan berang seraya berkata,  ‘Hai musuh Allah SWT, sungguh engkau telah berkata dengan perkataan yang tidak pantas engkau ucapkan kepada Rasulullah SAW yang sebelumnya belum pernah aku degar. Engkau telah bersikap lancing terhadap Rasulullah SAW, sikap yang selama ini belum pernah aku lihat. Demi Dzat yang diriku ada dalam genggaman-nya, seandainya Rsulullah SAW mengizinkan, pasti kepala sudah aku penggal”.
Rasulullah SAW hanya memandangiku dengan tenang dan pandangan yang lembut. Beliau SAW bersabda,”Wahai umar, aku dan dia sudah bersepakat bahwa kami memerlukan cara yang baik untuk menyelesaikannya. Seharusnya engkau menyuruhku untuk segera melunasi utangku kepadanya, dan menyuruhnya untuk memperingatkan ak. Wahai Umar, penuhilah haknya, dan tambahilah pembayarannya sebayak dua puluh ikat sebagai ganti atas ketakutanya terhadap kemarahanmu”.
Kemudian Umar pergi bersamaku dan melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Rasulullah SAW kepadanya. Aku bertanya kepada umar, ‘Wahai Umar, mangapa harus ada tambahan dua puluh ikat?’ Umar menjawab, “Rasulullah SAW telah memerintahkan kepadaku untuk memberikan tambahan dua puluh ikat sebagai ganti atas ulahku terhadapmu tadi”. Aku bertanya lagi, ‘Wahai Umar, tahukah engkau siapa aku?’ “Tidak” jawab Umar. Aku menjawab, ‘Aku adalah Zaid bin Sa’nah.’ Kemudian Umar balik bertanya, “Apakah engkau seorang pendeta Yahudi?” ‘Benar’, jawabku. “Lalu apa yang menyebabkan engkau melakukan seperti itu terhadap Rasulullah SAW?.”, tanyanya. Aku berkata, ‘Wahai Umar, tanda-tanda kenabian dapat aku ketahui pada saat aku memandangi wajah Rasulullah SAW, kecuali dua perkara saja yang belum pernah aku ketahui sebelumnya, yaitu kesabaran Beliau SAW ketika marah dan pada waktu Beliau SAW harus marah tetapi malah bersabar. Sekarang aku menegtahui keduanya. Aku bersaksi dihadapanmu wahai Umar, bahwa aku telah ridha kepada Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai Agamaku, dan Muhammad SAW sebagai nabi dan utusan Allah SWT. Aku juga berikrar kepadamu bahwa separuh milikku yang kebayakan masih berupa uang aku serahkan sebagai Shadqah untuk umat Muhammad SAW.
Akhirnya Umar membawa Zaid bin Sa’nah kembali menemui Rasulullah SAW dan mengucapkan kesaksiannya bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT dan bersaksi Bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-nya dihadapan Rasulullah SAW, dia juga menyatakan bai’atnya. Akhirnya Zaid bin Sa’nah banyak terlibat dalam peristiwa penting bersama Rasulullah SAW hingga dia syaid dalam perang Tabuk. Semoga Allah SWT memberikan rahmat kepada Zaid

Copy Right Kehidupan Para Sahabat (Maulana Muhammad Yusuf Rah.a.) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar